OKU Timur – Kakek Poniman (70) warga Desa Mulia Jaya Kecamatan Semendawai Timur, Kabupaten OKU TimurĀ ini terpaksa harus menjalani pahitnya hidup dalam kelumpuhan.
Selama 4 tahun ia hanya bisa berbaring di atas alas tempat tidurnya. Meskipun sesekali ingin duduk di depan rumah, itu pun harus dƬbantu sang istri Suartini (69) dengan cara dibopong.
DƬ sebuah gubuk berdƬnding papan, keduanya hidup dalam keterbatasan. Lantaran kakek Poniman tak mampu lagi mencari nafkah dengan kondisinya saat ini.
Pilunya, keadaan itu sudah berlangsung 4 tahun lamanya. Kemiskinan yang menerpa hidup pasutri tersebut terbilang jauh dari kata bahagia.
Uluran tangan pun kerap diharapkan dari kakek Poniman dan istrinya itu. Terlebih bantuan dari pemerintah OKU Timur.
Namun sayang, angka kemiskinan ekstrim yang digadang-gadang pemerintah setempat tak sejalan dengan realita.
Keadaan kakek Poniman ini menjadƬ bukti lalainya Dinas terkait dalam mendata warga miskin di OKU Timur.
Suaranya parau yang keluar dari mulut kakek Poniman kala menceritakan kondisi keluarganya semakin menambah kepiluan yang dƬrasakan keluarga ini.
Tampak air mata pun ikut menetes seiring kisah derita hidup yang dƬalaminya selama 4 tahun ini. Raut wajah kesedihan jelas terpancar dari wajahnya yang sudah tak muda lagi.
Sesekali kali isterinya yang setia mengusap air mata yang menetes di pipi keriputnya dengan tangan gemetar.
Pasangan kakek nenek ini sudah hampir 4 tahun tak berpenghasilan. Ini karena sang kakek Poniman sudah sakit-sakitan. Semenjak itu, kehidupan warga OKU Timur ini pun menjadi sengsara.
Kondisi ini tentu kontras dengan jargon Pemkab OKU Timur yang berbunyi ‘Maju Lebih Mulia’. Sang kakek kini hanya bisa meneruskan kehidupannya dƬ rumah semi permanen, berdinding papan dengan penuh duka dan lara.
“Sudah 4 tahun tidak kerja, tidak sanggup lagi sudah tua. Mau makan aja sekarang susah, tambah bapak sakit lumpuh juga,” kata Suartini.
Kini, kakek 70 tahun ini mengaku pasrah dengan hidup dan penyakitnya yang dƬjalaninya bersama sang istri.
Meski dalam kondisi memprihatinkan, bantuan kesehatan dari pemerintah juga tak kunjung datang. Padahal keluarga kecil ini sangat berharap adanya bantuan dari pemerintah untuk meringankan beban hidupnya.
“Kami sudah menjual tanah dua kampling dƬsamping rumah, duitnya untuk berobat, mau minta tolong kemana, bidan mau datang kalau saya ada duitnya,” ujar Suartini lirih.
Ia mengakui pernah mendapatkan bantuan uang dari pemerintah tapi cuma sekali saja. Namun, sampai saat ini tidak dapat lagi.
“Untuk makan ya saya kadang dƬbantu anak yang jauh di Palembang dan Jakarta, kadang juga dibantu tetanga. Suami ga kerja lagi, karena separuh badanya lumpuh,” jelasnya.
Suartini bercerita, semenjak sang suami mengalami sakit lumpuh sekitar 4 tahun lalu dan sering dƬrawat inap, kondisi ekonomi keluarga kecil ini semakin terpuruk lantaran tidak adanya biaya dan jaminan yang dapat menopang kehidupan pasangan lanjut usia ini.
“Udah beberpa kali dƬrawat inap, sekarang juga masih berobat alternatif mau ke rumah sakit ga ada biaya, mau bertanya entah dengan siapa,” ungkapnya lirih.
Meski keluarga lansia ini sesekali mendapat belas kasih dari warga sekitar. Namun, mereka tetap berharap pemerintah dapat memberikan perhatiannya, terutama untuk pengobatan suaminya.